Seorang QC baik softline maupun hardline tentunya sudah paham akan prosedur yang satu ini, yakni "Karton Drop Test". Prosedur ini menurut saya sebenarnya mempunyai efek yang cukup besar bagi Hardline QC karena barang yang diinspek relatif lebih rigid dan berat dibanding barang Softline (tekstile maupun garment).
Bisa kita bayangkan bila barang yang sudah bagus secara kualitas namun karena tidak dibungkus/diproteksi dengan baik, karena mengalami proses mata rantai pengiriman yang panjang sesampainya di konsumen ternyata barang yang diharapkan mengalami cacat atau kerusakan. Hal inilah yang melandasi munculnya prosedur drop test itu sendiri.
Di dunia testing produk, standar baku yang biasanya dipakai adalah dari ISTA (International Safe Transit Association). Standard ini dibuat sebagai simulasi dari proses pengiriman barang dimana produk yang mengalami transit pengiriman biasanya secara tidak sengaja terjatuh atau dilempar lempar oleh kuli angkut. Maka seharusnya proteksi dari pembungkus produk harus dapat menahan beban atau tekanan tersebut sehingga produk didalamnya tetap dalam kondisi baik.
Biasanya sistem proteksi dari pembungkus produk akan ditest dulu dalam laboratorium testing khusus, setelah mendapatkan rating PASS atau layak, maka pihak pabrik akan mengaplikasikan sistem proteksi tersebut dalam produksinya. Namun kadang ada pabrik yang berusaha "CHEATING" atau curang dengan mengakalinya, ini semua demi mendapatkan "costing" biaya produksi yang lebih murah tentunya.
Bisa saja dengan sengaja pihak pabrik mengganti karton pembungkus luar dengan spesifikasi yang lebih rendah dari yang disepakati bersama, atau mengganti busa busa sudut (corner foam) dengan spek yang lebih rendah, atau bahkan mengganti sistem pasking awal dengan sistem mereka sendiri. Nah disinilah tugas seorang QC untuk memastikan hal tersebut tidak terjadi, yakni dengan melakukan Karton Drop Test, secara inhouse / internal sebelum produk dikirim.
Nah disini saya akan membahas secara singkat bagaimana Prosedur Karton Drop Test, secara sangat sederhana dengan menggunakan standard ISTA IA/ IIA.
Pertama pastikan dulu kondisi barang yang ada dalam karton telah lulus inspeksi dan dalam keadaan yang baik, ini untuk menjaga subjektifitas, karena kalau barang yang ada di dalam karton telah dalam kondisi rusak sebelumnya tentunya percuma saja.
Kedua lihat dan pakai tabel di bahwa ini untuk menentukan ketinggian drop test:
Drop test height |
Ketiga tentukan bagian terlemah dari karton, ini ditentukan dengan melihat manufaktur joint yang ada di karton, biasanya bagian sisi yang dilem atau di staples. Pada bagian inilah bagian terlemah dari suatu pembungkus atau karton boks. Tandai bagian korner (pojok) dari karton tersebut sebagai bagian pertama yang akan di drop test, selanjutnya adalah bagian tepi dan sisi karton. Ada baiknya menandainya dengan pulpen kecil atau kapur agar kita tidak lupa.
Keempat lakukan prosesnya seperti gambar dibawah ini dan sesuai dengan urutan yang ada:
Drop test sequences |
Nah setelah melakukan drop test, ada tiga hal yang dapat kita putuskan yakni:
1. PASS, jika barang didalamnya dan karton pembungkus dalam keadaan baik dan tidak ada cacat yang ditemukan.
2. FAIL, jika barang didalamnya ditemukan rusak atau ada komponen didalamnya terlepas.
3. PENDING, jika barang didalamnya dalam keadaan baik, sedangkan karton pembungkusnya mengalami kerusakan.
Adakalanya pabrik tidak mau menerima seorang QC melakukan drop test, maka sebaiknya anda konsultasikan dengan atasan anda. Namun jika pabrik memiliki itikad baik tentunya menyadari betapa pentingnya melakukan dan menerima prosedur ini dalam setiap proses produksi.
Sekian dari saya, bila ada pertanyaan dari anda saya akan senang hati dan terbuka.